Rabu, 29 April 2015

TUGAS MATA KULIAH BULUTANGKIS


TUGAS MATA KULIAH BULUTANGKIS SEMESTER 6
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI


v  Uraikan pendapatmu dengan membuat sebuah artikel berdasarkan pertanyaan dibawah. (minimal 1 halaman)
v  Ukuran font 12 Times New Roman, 1,5 spasi.
v  Tugas dikirimkan ke email dhedhy_07@yahoo.com paling lambat Tanggal 6 Mei 2015.
v  Subject diisi: Tugas Bulutangkis_(nama dan kelas)

Tugas:
  1. Bagaimana pendapat anda tentang perbulutangkisan di Indonesia saat ini!
  2. Apa yang akan anda lakukan tentang keadaan perbulutangkisan saat ini sebagai praktisi olahraga.

Jumat, 24 April 2015

PENGARUH METODE LATIHAN PUKULAN DAN KELINCAHAN TERHADAP KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS ATLET TINGKAT PEMULA

PENGARUH METODE LATIHAN PUKULAN DAN KELINCAHAN TERHADAP KETERAMPILAN BERMAIN BULUTANGKIS ATLET TINGKAT PEMULA

THE EFFECT OF STROKE AND AGILITY EXERCISE METHOD ON THE PLAYING BADMINTON SKILLS OF BEGINNER LEVEL ATHLETES

Dhedhy Yuliawan
Universitas Nusantara PGRI Yogyakarta
Dhedhy_07@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan pengaruh antara metode drill dan metode strokes terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula, (2) perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antar atlet yang memiliki kelincahan tinggi dan kelincahan rendah, (3) interaksi antara metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2x2. Populasi dalam penelitian ini adalah atletklub PB. Manunggal, PB. Natura dan PB. Surya Mataram yang berjumlah 46 atlet. Besarnya sampel yang diambil sebanyak 24 atlet. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan Uji t dan ANAVA. Hasil penelitian sebagai berikut: (1) ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode drill dan metode strokes terhadap peningkatan keterampilan bermain bulutangkis, (2) ada perbedaan keterampilan bermain bulutangkis atlet pemula yang memiliki kelincahan tinggi dan kelincahan rendah, (3) tidak ada interaksi antara metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula.

Kata Kunci: Metode Drill, Metode Strokes, Kelincahan, Bulutangkis

ABSTRACT

            This study aims to find out: (1) the difference in the effects of drill and strokes methods on the playing badminton skills, (2) the difference in the improvement of playing badminton skills between high and low agility, (3) the interaction between the exercise method and the agility on the improvement of playing badminton skills. The study employed the experimental method with 2 x 2 factorial design. The research population comprised 46 athletes from PB. Manunggal, PB. Natura and PB. Surya Matarm clubs. The sample, consisting of 24 athletes. The data in this study were analyzed using t test and ANOVA. The results of the study are as follows: (1) There is a significant difference in the effects of drill and strokes methods on the playing badminton skills, (2) There is a significant difference in the improvement of playing badminton skills between high and low agility , (3) there is no interaction between the exercise method and the agility on the improvement of playing badminton skills.

Keywords: Drill Methods, Stroke Methods, Agility, Badminton







PENDAHULUAN
Bulutangkis merupakan salah satu olahraga populer di dunia. Bulutangkis mampu memberikan peran dalam menyatukan sosialitas hampir di semua kalangan. Dalam bidang olahraga, bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak dimainkan dimasyarakat dalam berbagai tingkatan sosial. Bulutangkis dapat menembus masyarakat kalangan bawah sampai masyarakat kalangan atas. Hampir di setiap negara, bulutangkis mampu memberikan perannya yang positif untuk mengubah pandangan individu yang negatif menjadi satu hal yang dapat memberikan sumbangan karya.
Permainan bulutangkis adalah sebuah permainan di mana pelaksanaannya menggunakan alat yang disebut raket dan kok (Shuttle cock). Permainan dapat dilakukan satu lawan satu (single) atau dua lawan dua (doble). Raket adalah alat yang terbuat dari alumunium atau serat karbon yang berbentuk tongkat yang mempunyai kepala, dan pada bagian kepala tersebut terdapat senar yang dililitkan pada bagian kepala raket. Raket memiliki fungsi sebagai alat memukul kok. Kok adalah bulu angsa yang ditancapkan pada bagian pinggir gabus yang berbentuk setengah bola dan sebagai objek yang dipukul dalam permainan bulutangkis. Tujuan permainan bulutangkis sendiri adalah untuk memukul sebuah kok menggunakan raket, melewati net ke arah wilayah lawan, sampai lawan tidak dapat mengembalikannya.
Pemain bulutangkis yang handal diperlukan berbagai macam persyaratan, salah satunya adalah penguasaan teknik dasar permainan bulutangkis. Dalam cabang olahraga bulutangkis terdapat berbagai teknik dasar, di antaranya teknik service, smash, lob, drop, dan gerak kaki. Sebagaimana dikemukakan Sapta Kunto Purnama (2010, p13) bahwa “Teknik dasar keterampilan bulutangkis yang harus dikuasai pemain bulutangkis antara lain: (1) sikap berdiri (stands) (2) teknik


memegang raket, (3) teknik memukul bola, (4) teknik langkah kaki (Footwork)..
Dalam rangka mencapai kemampuan teknik bulutangkis dibutuhkan komponen-komponen fisik yang menunjang untuk tercapai prestasi tinggi. Pemain bulutangkis dituntut mengembangkan komponen fisik: (1) Kelincahan, (2) dayatahan otot lokal, (3) dayatahan cardiovascular, (4) kekuatan, (5) power, (6) kecepatan, (7) fleksibilitas, (8) komposisi tubuh (Sapta Kunto Purnama, 2010: p1). Sehubungan dengan pengembangan faktor-faktor kondisi fisik tersebut, maka diharapkan mampu memberikan peningkatan dalam keterampilan bermain bulutangkis.
Dalam upaya pencapaian prestasi tinggi, di Indonesia terdapat Perkumpulan Bulutangkis (PB) di setiap daerah. Di Perkumpulan Bulutangkis memberikan pelatihan-pelatihan yang intensif untuk menciptakan atlet-atlet handal agar mampu berperan dalam pencapaian prestasi perbulutangkisan di Indonesia. Upaya meningkatkan prestasi di PB Manunggal Bantul, PB Surya Mataram, PB Natura sudah dilaksanakan, di antaranya peningkatan fisik, teknik, mental dan pelatihan secara rutin. Selain itu PB Manunggal Bantul, PB Surya Mataram, dan PB Natura juga telah menghasilkan atlet-atlet berprestasi dan mengikuti kejuaraan-kejuaraan. Sehubungan anak latih dari Perkumpulan Bulutangkis cukup banyak dan bermacam-macam tingkat keterampilannya, maka masing-masing Perkumpulan Bulutangkis memberikan kelas-kelas latihan pada atletnya. Mengingat keterampilan atlet di Pekumpulan Bulutangkis tersebut berbeda-beda. Pelaksanaan pelatihan di PB Manunggal Bantul, PB Surya Mataram, dan PB Natura klasifikasi kelas atlet dibeda-bedakan menurut kelas masing-masing.
Sistem pelatihan dalam Perkumpulan Bulutangkis yang sering digunakan untuk melatih keterampilan teknik pukulan dengan menggunakan pendekatan metode latihan drill. Sedangkan untuk metode strokes lebih sedikit diberikan dalam porsi latihan. Dalam pelatihan pelatih memberikan porsi yang sama antara tingkatan atlet pada saat latihan menurut keterampilan bukan menurut klasifikasi umur. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti tentang efisiensi metode latihan yang digunakan untuk melatihkan keterampilan pukulan dan dapat memberikan porsi latihan yang tepat pada setiap tingkatan usia khususnya pada usia pemula. Melihat dalam sistem pelatihan di perkumpulan bulutangkis yang berada di daerah pinggiran cenderung monoton dan kurang memperhatikan prinsip-prinsip latihan yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Melalui penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan pengertian tentang metode latihan yang efektif dan efisien dalam melatihkan keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula.

Latihan, Bulutangkis, Metode Drill, Metode Stroke, dan Kelincahan

Sedangkan menurut Djoko Pekik Iriyanto (2002, p11-12) latihan adalah proses pelatihan dilaksanakan secara teratur, terencana, menggunakan pola dan sistem tertentu, metodis serta berulang seperti gerakan yang semula sukar dilakukan, kurang koordinatif menjadi semakin mudah, otomatis, dan reflektif sehingga gerak menjadi efisien dan itu harus dikerjakan berkali-kali. Birch, MacLaren, dan George (2005: 1) menjelaskan bahwa“exercise physiology is the dicipline involving the examination of how physical activity, exercise influences the structure and function of  the human body
PBSI (2001, p9) menjelaskan bahwa “permainan bulutangkis adalah upaya untuk memasukkan kok ke bidang permainan lawan, tanpa kok itu tidak bisa dikembalikan”. Bulutangkis adalah permainan yang menggunakan alat untuk pelaksanaannya.
Drill merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah dipelajari atlet sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. Kata latihan mengandung arti bahwa sesuatu itu selalu diulang-ulang. Bila situasi latihan diubah-ubah kondisinya sehingga menuntut respons yang berubah, maka keterampilan akan lebih disempurnakan (AbYani Tahmid, 2009). Latihan pola pukulan ini dilakukan secara sederhana terlebih dahulu, yaitu dengan cara saling memberi umpan yang sederhana dan mudah. Permainan bulutangkis adalah olahraga yang membutuhkan keterampilan yang bagus dalam pelaksanaannya. Di samping menguasai keterampilan yang bagus, pemain dituntut memiliki kondisi fisik yang prima dan faktor yang menunjang dalam keberhasilannya. Bulutangkis mempunyai ciri gerakan yang eksplosif dan sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan kondisi permainan. Untuk itu pemain diwajibkan memiliki kondisi yang bagus dan keterampilan yang menunjang.
Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan penting terutama pada cabang olahraga permainan termasuk bulutangkis, khususnya pada saat mengejar kok ke depan maupun ke belakang. Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan ini berkaitan erat antara kecepatan dan kelentukan. Tanpa unsur keduanya baik, seseorang tidak dapat bergerak dengan lincah. Selain itu, faktor keseimbangan sangat berpengaruh terhadap kemampuan kelincahan seseorang. Menurut Gibney (2011, p20) bahwa “Agility is Generally an expression of excellent movement. More specifically described as the combined sum of strength, speed, balance, flexibility and all other athletic abilities”. Sedangkan dari sumber lain kelincahan (agility) adalah kemampuan seseorang untuk dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan keseimbangan (Budi Sutrisna, Muhammad Basin Khafadi, 2010, p139). Sedangkan menurut Ismaryati (2008, p76) bahwa “kelincahan didefiniskan sebagai kemampuan untuk mengubah kecepatan dan arah posisi tubuh atau bagian-bagiannya dengan cepat dan tepat, sementara perpindahannya dengan cepat tanpa kehilangan keseimbagan”. Sedangkan Widiastuti (2011, p125) menuliskan bahwa “agility atau kelincahan adalah kemampuan untuk mengubah arah atau posisi tubuh dengan cepat yang dilakukan bersama-sama dengan gerakan lainnya”. Jika dilihat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelincahan adalah kemampuan seseorang dalam merubah arah dan posisi tubuhnya dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapai di lapangan tertentu tanpa kehilangan keseimbangan tubuh.

Kerangka Berpikir

Permainan buulutangkis merupakan permainan yang membutuhkan keterampilan bermain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor dari setiap individu dapat mempengaruhi keberhasilan latihan. Disamping itu faktor dari pelatih dan metode latihan juga berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan bermain. Metode latihan yang digunakan dalam meningkatkan keterampilan bermain bulutangkis adalah metode latihan pukulan yang terdiri dari metode drill dan metode stroke. Porsi latihan yang berbeda dalam penggunaan metode latihan tersebut menjadikan dasar masalah penelitian tersebut. Kedua metode latihan ini memberikan pengaruh dalam meningkatkan keterampilan pukulan dalam permainan bulutangkis. Penggunaan metode latihan pukulan yang tepat akan berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan bermain bulutangkis. Sehingga terdapat perbedaan pengaruh antara metode drill dan metode stroke terhadap peningkatan bermain bulutangkis.
Kelincahan juga merupakan salah satu komponen penting dalam permainan bulutangkis. Komponen fisik dalam bulutangkis bermacam-macam, dan kelincahan adalah salah satu komponen dalam menunjang keberhasilan permainan bulutangkis yang baik. Kelincahan berperan penting dalam gerak bulutangkis. Mengingat bulutangkis adalah permainan yang menggunakan gerak yang eksplosif dan membutuhkan gerak cepat secara tiba-tiba, maka kelincahan berperan untuk keberhasilan gerakan tersebut. Sehingga ada perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antara atlet yang memimiliki kelincahan tinggi dengan kelincahan rendah.
Metode latihan pukulan untuk meningkatkan keterampilan bulutangkis harus didukung dengan komponen fisik kelincahan. Kelincahan yang baik mempengaruhi dari hasil keterampilan bermain bulutangkis. Karena kelincahan akan mempunyai pengaruh yang positif dalam keberhasilan permainan bulutangkis dan teknik pukulan yang efektif dan efisien. Dengan metode latihan pukulan dengan didukung kelincahan yang baik, maka akan mempengaruhi keterampilan bermain bulutangkis. Sehingga ada interaksi antara metode latihan pukulan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis.


Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.
1.      Ada perbedaan pengaruh keterampilan bermain bulutangkis antara metode latihan drill dan metode latihan stroke.
2.      Ada perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antara atlet yang memiliki kelincahan tinggi dan kelincahan rendah.
3.      Ada interaksi antara metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet pemula.

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan faktorial 2 x 2. Menurut Donald, Luchy, Asghar (2007, p389) masing-masing dari kedua variabel bebas itu mempunyai dua nilai.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di PB Surya Mataram, PB Natura dan PB Manunggal Bantul.

Populasi dan Sampel Penelitian

          Penelitian ini menggunakan populasi seluruh anak latih tingkat Pemula yang aktif latihan PB Surya Mataram, PB Natura dan PB Manunggal Bantul, yang berjumlah sebanyak 46 anak latih putra. Terdiri dari 24 anak latih berada di PB. Manunggal, 10 anak latih berada di PB. Surya Mataram dan 12 anak latih di PB. Natura.
          Besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 27% batas atas dan 27% batas bawah setelah dilakukan tes kelincahan pada populasi (Miller 2002, p 68). Berdasarkan klasifikasi tesebut didapatkan 6 anak latih dengan kelincahan tinggi, 6 anak latih kelincahan rendah pada PB. Manunggal dan 6 anak latih kelincahan tinggi, 6 anak latih kelincahan rendah pada PB. Surya Mataram dan PB. Natura. Penelitian ini dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, kelompok 1 metode drill dengan kelincahan tinggi (A1B1) dipandu oleh seorang pelatih dilaksanakan di PB Manunggal Bantul, kelompok 2 metode strokes dengan kelincahan tinggi (A1B2) dipandu oleh seorang pelatih dilaksanakan di PB Manunggal Bantul, Kelompok 3 metode drill dengan kelincahan rendah (A2B1) dipandu oleh dua orang pelatih dilaksanakan di PB Surya Mataram dan PB Natura, kelompok 4 metode strokes dengan kelicahan rendah (A2B2) dpandu oleh dua orang pelatih dilaksanakan di PB Surya Mataram dan PB Natura. Dalam pelaksanaan program latihan pelatih diundi secara random sehingga setiap pelatih mempunyai peluang yang sama dalam mengawasi anak latih dalam pelaksanaan program latihan.

Teknik Pengumpulan Data

1.      Data Kelincahan
Instrumen kelincahan adalah menggunakan agility test dengan ukuran jarak lari setengah bagian dari lapangan bulutangkis (Sapta Kunto Purnama, 2010, p3). Langkah-langkah dari pelaksanaan tes tersebut adalah: (a) Testee bergerak dari titik A dengan start melayang, (b) Testee berlari sprint ke arah titik B, C, D dan kembali ke titik A, (c) Sprint dilakukan dua kali putaran melewati titik serperti pada putaran pertama, (d) Waktu dimulai saat tester memberi aba-aba “ya” dan berhenti saat testee selesai dua kali putaran setelah melewati titik D, (e) Waktu yang dicatat menunjukan hasil tes. Satuan dari hasil tes kelincahan adalah detik atau waktu.
2.      Data Keterampilan Bermain Bulutangkis
Instrumen dalam pengambilan data keterampilan bermain bulutangkis memakai tes keterampilan milik Frank M. Verducci yang diambil dari Sapta Kunto Purnama (2010, p29).

Teknik Analisis Data

Setelah peneliti melakukan penelitian dan semua data terkumpul, maka teknik analisis data menggunakan teknik analisis varian (anava) dua jalur pada  α = 5%. Jika F yang diperoleh (F0) signifikan analisis dilanjutkan dengan uji perbedaan seluruh kelompok dan antar dua kelompok yaitu dengan Uji t dan Anava dua jalur. Untuk memenuhi asumsi dalam teknik anava, maka sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan uji Lilliefors dan uji Homogenitas varians dengan uji Bartlett.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini terdiri dari 1 variabel penelitian, yaitu Keterampilan bermain bulutangkis. Adapun data penelitian yang terkumpul terdiri dari 4 kelompok data, yaitu kelompok A1B1 yang diberikan latihan dengan metode latihan drill dengan kelincahan tinggi, kelompok A1B2 yang diberikan latihan dengan metode latihan drill dengan kelincahan rendah, kelompok A2B1 yang diberikan latihan dengan metode latihan strokes dengan kelincahan tinggi, dan kelompok A2B2 yang diberikan latihan dengan metode latihan strokes dengan kelincahan rendah. Semua kelompok data terdiri dari data selisih pre test dengan post test, yaitu nilai peningkatan dari saat pre test dan setelah post test. Deskripsi data akan menyajikan nilai maksimum, nilai niminum, mean, median, modus, dan standar deviasi dari data yang terkumpul. Dengan demikian gambaraan data akan terlihat jelas. Selain itu juga akan mudah membandingkan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Berikut hasil deskriptif data penelitian yang diperoleh dari analisis Frekuensi:
1.      Kelompok A1B1
Deskripsi data kelompok A1B1 dengan metode latihan drill dengan kelincahan tinggi memperoleh nilai maksimum = 39,57; nilai minimum = 9,12; mean = 22,29; median = 17,58; modus = 9,12 dan nilai standar deviasi = 11,92.
2.      Kelompok A1B2
Deskripsi data kelompok A1B2 dengan metode latihan drill dengan kelincahan rendah memperoleh nilai maksimum = 37,82; nilai minimum = - 15,59; mean = 3,44; median = - 2,57; modus = - 15,59 dan nilai standar deviasi = 19,87.
3.      Kelompok A2B1
Deskripsi data kelompok A2B1 dengan metode latihan strokes dengan kelincahan tinggi memperoleh nilai maksimum = 19,81; nilai minimum = - 15,57; mean = 1,12; median = 0,11; modus = - 15,57 dan nilai standar deviasi = 13,66.
4.      Kelompok A2B2
Deskripsi data kelompok A2B2 dengan metode latihan strokes dengan kelincahan rendah memperoleh nilai maksimum = -7,02; nilai minimum = - 46,45; mean = - 26,84; median = - 29,43; modus = - 46,45 dan nilai standar deviasi = 13,23.

Uji Pra Syarat

Uji normalitas dilakukan menggunakan rumus Liliefors dengan program SPSS16. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05. Berikut akan disajikan hasil uji normalitas yang diperoleh.

Variabel / Kelompok
Liliefors  
Sig
Ket
A1B1
0,284
0,141
Normal
A1B2
0,273
0,182
Normal
A2B1
0,224
0,200
Normal
A2B2
0,230
0,200
Normal


Uji homogenitas dilakukan pada kedua kelompok data yang hendak diuji beda. Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan Levene Statistik. Kriteria pengambilan keputusan diterima apabila nilai nilai p > 0,05. Berikut hasil uji homogenitas yang diperoleh:

Variabel
Levene Statistic
Sig
Ket
A1B1
0,750
0,535
Homogen
A1B2
A2B1
A2B2

Berdasarkan tabel di atas, hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau nilai probability (p) yang diperoleh lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa varians data dalam penelitian ini adalah homogen.

Hasil Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan 2 cara, yaitu uji t dan Anava. Uji t digunakan untuk mengetahui perbedaan dari kedua kelompok data, sementara Uji Anova digunakan untuk mengetahui perbedaan dari keempat kelompok. Perbedaan antar kelompok ini dapat dikethui juga latihan mana yang paling efektif untuk meningkatkan keterampilan bermain bulutangkis seseorang. Hasil analisis dikatakan signifikan apabila nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 (p<0,05).
1.      Perbedaan pengaruh latihan metode drill dan latihan strokes terhadap keterampilan bermain bulutangkis
Hipotesis pertama berbunyi “ada perbedaan pengaruh latihan metode drill dan latihan strokes terhadap keterampilan bermain bulutangkis”. Dalam uji ini menggunakan uji t, dengan kriteria pengujian adalah apabila nilai Sig lebih besar dari 0,05. diperoleh nilai t hitung sebesar 3,324 dengan nilai Signifikansi 0,003. Hasil penghitungan tabel nilai Sig yang diperoleh lebih kecil dari 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima, artinya ada perbedaan pengaruh latihan metode drill dan latihan strokes terhadap keterampilan bermain bulutangkis.
2.      Perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antara kelincahan tinggi dan kelincahan rendah.
Hipotesis kedua berbunyi “ada perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antara kelincahan tinggi dan kelincahan rendah”. Dalam uji ini menggunakan uji t, dengan kriteria pengujian adalah apabila nilai Sig lebih besar dari 0,05. Diperoleh nilai t hitung sebesar 2,901 dengan nilai Signifikansi 0,008. Ternyata nilai Sig yang diperoleh lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima, artinya ada perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antara kelincahan tinggi dan kelincahan rendah.
3.      Ada interaksi antara metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis
Hipotesis ketiga berbunyi “ada interaksi antara metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis”. Untuk uji interaksi antara variabel, apabila probabilitas > 0,05 maka antar variabel tidak ada interaksi. Apabila probabiltas < 0,05 maka antar variabel terdapat interaksi. diperoleh bahwa nilai F hitung pada interaksi metode latihan dan kelincahan sebesar 0,553 dengan nilai Signifikansi yang diperoleh sebesar 0,466 adalah lebih besar dari 0,05 (p>0,05).
Didapat probabilitas 0,466 maka dapat disimpulankan bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada interaksi antara variabel metode latihan dan kelincahan (0,466 > 0,05).

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh latihan metode drill dan latihan strokes terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula, mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antara kelincahan tinggi dan kelincahan rendah atlet tingkat pemula, mengetahui pengaruh metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula, dan mengetahui interaksi antara metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula.
Hasil pengujian hipotesis yang pertama diperoleh hasil bahwa hipotesis diterima, yaitu ada perbedaan pengaruh latihan metode drill dan latihan strokes terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula. Hal ini dikarenakan pada latihan metode drill anak latih ditekankan untuk mengulang gerakan sampai benar. Selain itu pada metode drill juga sesekali dilakukan koreksi sehingga gerakan yang dilakukan semakin benar. Atlet berkonsentrasi pada kebenaran gerakan, situasi disesuaikan dengan permainan sesungguhnya, dan juga bersifat kompetitif. Anak latih juga dituntut melakukan gerakan sesuai apa yang diinstruksikan oleh pelatih, dan melakukannya berulang-ulang. Misalnya di dalam melatihkan suatu pukulan dalam bulutangkis, pelatih menetapkan tujuan latihan yaitu anak latih mampu melakukan keterampilan pukulan dalam bulutangkis. Dengan kata lain, anak latih mengikuti apa yang menjadi intruksi pelatih untuk menyelesaikan satu tugas terlebih dahulu kemudian baru beralih pada tugas berikutnya. Sedangkan pada latihan metode strokes latihan berupa serangkaian pukulan yang dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan, sehingga gerakan demi gerakan tidak dikoreksi secara satu per satu. Jadi dalam pengujian hipotesis pertama yaitu kedua metode memiliki pengaruh, namun pengaruh yang paling besar pada metode drill.
Pada pengujian hipotesis kedua diperoleh hasil bahwa hipotesis diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan peningkatan keterampilan bermain bulutangkis antara kelincahan tinggi dan kelincahan rendah atlet tingkat pemula. Kelincahan merupakan kemampuan seseorang dalam merubah arah dan posisi tubuhnya dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapai di lapangan tertentu tanpa kehilangan keseimbangan tubuh. Menurut Ismaryati (2008, p76) bahwa kelincahan didefiniskan sebagai kemampuan untuk mengubah kecepatan dan arah posisi tubuh atau bagian-bagiannya dengan cepat dan tepat, sementara perpindahannya dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan merupakan komponen fisik untuk menunjang keterampilan bermain bulutangkis yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kelincahan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelincahan yaitu kekuatan otot, kecepatan, tenaga ledak otot, waktu reaksi, keseimbangan, dan koordinasi. Kelincahan yang baik dapat memberikan gerakan yang cepat dan tepat. Jadi agar dapat bermain bulutangkis dengan baik harus memiliki kelincahan yang baik.
Hasil pengujian hipotesis ketiga diperoleh hasil bahwa hipotesis ditolak, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara metode latihan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis. Berlawanan dengan hasil hipotesis yang kedua, bahwa jika keterampilan bermain bulutangkis yang baik dipengaruhi oleh kelincahan yang baik. Menurut analisis peneliti dari hasil penelitian menunjukan bahwa tes keterampilan bermain bulutangkis milik Frank M. Verducci memiliki kelemahan dalam hal kelincahan yang kurang terukur. Selain itu tes keterampilan bermain bulutangkis ini memiliki karakteristik metode latihan drill yaitu melakukan gerakan yang sama dan tidak banyak bergerak ke samping maupun ke depan dan ke belakang dalam melakukan tes keterampilan. Sehingga faktor kelincahan kurang terukur dan kurang berpengaruh dalam melaksanakan tes keterampilan. Hal ini menyebabkan tidak interaksi antara metode latihan dan kelincahan pada keterampilan bermain bulutangkis. Hal tersebut menggambarkan instrumen tes keterampilan bulutangkis yang dipergunakan memiliki karakteristik metode drill, yaitu gerakan dilakukan secara berulang-ulang dengan gerakan yang sama untuk menyelesaikan satu tugas terlebih dahulu kemudian melakukan tugas berikutnya.

Kesimpulan dan Saran

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dengan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Ada perbedaan hasil latihan pukulan antara metode drill dan metode strokes terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula, bahwa latihan metode drill lebih baik daripada metode strokes.
2.      Ada perbedaan hasil latihan pukulan antara kelincahan tinggi dan kelincahan rendah keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula, bahwa kelincahan tinggi lebih baik daripada kelincahan rendah.
3.      Tidak ada interaksi antara metode latihan pukulan dan kelincahan terhadap keterampilan bermain bulutangkis atlet tingkat pemula.

B.     Implikasi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penelitian ini mempunyai beberapa implikasi sebagai berikut:
1.      Bagi praktisi bulutangkis dapat dijadikan tambahan pengetahuan tentang metode latihan pukulan yang tepat untuk menyusun program latihan.
2.      Bagi penulis, dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, serta dapat mengaplikasikannya ke dalam pelatihan bulutangkis khususnya latihan pukulan.
3.      Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan mengenai metode latihan guna meningkatkan keterampilan bermain bulutangkis.

C.     Keterbatasan Penelitian
Penelitian telah dilakukan pembatasan masalah agar fokus dan tidak melebar. Namun demikian dalam melakukan penelitian terdapat kekurangan dan keterbatasan. Beberapa keterbatasan diantaranya sebagai berikut:
  1. Tidak memperhitungkan masalah kondisi fisik dan mental responden pada waktu dilaksanakan tes.
  2. Tidak memperhitungkan masalah waktu dan keadaan tempat pada saat dilaksanakan tes.
  3. Dalam pelaksanaan latihan pada akhir sesi latihan bertepatan pada bulan puasa, sehingga anak latih kurang maksimal dalam melaksanakan program latihan.
  4. Latihan di luar perlakuan tidak dapat dikontrol, sehingga memungkinkan porsi latihannya berbeda.
  5. Instrumen tes keterampilan bermain bulutangkis tidak sesuai dengan faktor kelincahan, karena tes tersebut memiliki karakteristik drill.

D.    Saran-saran
Dengan mengacu pada hasil penelitian dan keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian, peniliti menyarankan:
  1. Bagi pelatih, agar dapat memilih metode latihan yang tepat guna meningkatkan keterampilan bermain bulutangkisnya.
  2. Bagi tim pelatih bulutangkis di klub-klub bulutangkis agar kreatif dalam menyusun rencana pembelajaran, dan dapat memilih metode yang tepat agar anak latih mau melaksanakan kegiatan yang disiapkan oleh pelatih, sehingga tujuan pembelajaran pun dapat tercapai.
  3. Bagi pelatih, instrumen tes keterampilan bermain bulutangkis kuran tepat bilamana digunakan untuk mengetahui faktor kelincahan dalam pelaksanaan tes.

DAFTAR PUSTAKA

Birch, K., MacLaren, D., & George, K. (2005). Sport & exercise physiology. New York: Madison Avenue NY 10016. USA
Bompa, O. Tudor and G. Gregorry Haff. (2009). Periodization: theory and methodology of training. New York. United State of America.

Budi Sutrisna, Muhammad Bazin Khafadi. (2010). Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan 2. Jakarta. CV. Putra Nugraha. Di ambil dari: http://www.scribd.com/doc/104170779/BukuBse-belajarOnlineGratis-com-Penjaskes2-Smp-Mts-VIII-Budi-1.
Djoko Pekik Irianto. (2002). Dasar kepelatihan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Donald Ary, Luchy C. Jacobs, Asghar Razavieh (2007). Pengantar peneitian dalam pendidikan. (Terjemahan Arief Furchan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Ismaryati. (2008). Peningkatan kelincahan atlet melalui penggunaan metode kombinasi latihan sirkuit, pliometrik dan berat badan. Jurnal. PAEDAGOGIA, Jilid 11, Nomor 1, Februari 2008, halaman 74-79.
PP. PBSI. (2001). Pedoman praktis bermain bulutangkis. Jakarta: PP. PBSI.

PP. PBSI. (2012). Sistem ranking PBSI. Jakarta: PP. PBSI.

Sapta Kunto Purnama. (2010). Kepelatihan bulutangkis modern. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sukadiyanto. (2005). Pengantar teori dan metodologi melatih fisik. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Widiastuti. (2011). Tes dan pengukuran olahraga. Jakarta Timur: PT. Bumi Timur Jaya.

BIODATA

Nama               : Dhedhy Yuliawan
Ttl                    : Kulon Progo, 23 Maret 1987
Pekerjaan         : SD Muhammadiyah Kleco
Email               : Dhedhy_07@yahoo.com
Pendidikan      
1994-2000       : SDN 1 Brosot
2000-2002       : SMPN 1 Galur
2002-2005       : SMK N 2 Pengasih
2005-2010       : S1 PKO/ FIK UNY
2011-2014       : S2 Ilmu Keolahragaan UNY














PENINGKATAN KEBUGARAN JASMANI MELALUI PERMAINAN UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup. Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 1) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan salah satu upaya manusia untuk meningkatkan derajat kehidupan. Melalui pendidikan manusia mampu berkreasi dan mengeksplorasi pemikiran untuk menuju kualitas hidup menjadi lebih baik.. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kepada masyarakat dan bangsa (Soenarjo, 2002: 1).
Gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman. Kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan dalam berpikir. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di sekolah merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistimatis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 5).
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjasorkes) berperan sangat penting bagi peserta didik. Hal tersebut merupakan suatu proses pembentukan jasmani yang sangat diperlukan siswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi masa depan anak. Pada proses belajar mengajar Penjasorkes,  peserta didik diberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegitan. Hal ini akan menjadi pengalaman belajar yang tak terlupakan. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hidup.
Pendidikan jasmani yang dilakukan di Sekolah Dasar merupakan tahapan pembinaan kebugaran jasmani bagi manusia. Pembinaan dan pengembangan kebugaran jasmani adalah suatu proses pendidikan dan pembudayaan untuk memelihara kebugaran jasmani yang dilaksanakan melalui jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah. Tujuan yang terkandung dalam pembinaan dan pengembangan kebugaran jasmani antara lain  peningkatan kemampuan untuk mendukung peningkatan produktivitas kerja, dan prestasi belajar. Apabila pembinaan dilaksanakan dan didukung oleh pemenuhan gizi yang baik niscaya hasil pembinaan akan dapat tercapai. Berhasilnya pembinaan kebugaran jasmani di Sekolah Dasar akan membawa dampak yang baik bagi kebugaran jasmani masyarakat, misalnya peningkatan prestasi belajar. Melalui pendidikan jasmani di Sekolah Dasar aktivitas jasmani anak akan tersalurkan. Sebut saja pendidikan jasmani adalah sebagai wadah anak beraktivitas jasmani di lingkungan sekolah. Melalui aktivitas jasmani yang baik kebugaran jasmani anak akan berkembang. Melihat dalam aktivitas jasmani anak di sekolah terbatas, hanya pada saat istirahat dan pada jam pelajaran olahraga. Pendidikan jasmani mengambil peran untuk memberikan atau menyalurkan aktivitas jasmani anak di Sekolah Dasar.
Pembelajaran penjasorkes di sekolah dasar memiliki tujuan untuk mengembangkan keterampilan gerak anak dan kebugaran jasmani anak. Kebugaran jasmani anak merupakan salah satu indikator guru untuk penilaian peserta didik dalam pembelajaran. Sehingga kebugaran jasmani peserta didik merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan keberhasilan pembelajaran penjasorkes di sekolah dasar dan didukung oleh aspek-aspek yang lain. Mengingat karakteristik penjasorkes merupakan pembelajaran fisik, maka kebugaran jasmani peserta didik menjadi tolak ukur dalam menentukan keberhasilan hasil pembelajaran.
Kebugaran jasmani yang baik merupakan modal dasar utama bagi seseorang untuk melakukan aktivitas fisik secara berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Dengan dimilikinya kebugaran jasmani yang baik maka diharapkan seseorang akan mampu bekerja dengan produktif dan efisien, tidak terserang penyakit, belajar lebih semangat serta dapat berprestasi secara optimal, dan tangguh dalam menghadapi kehidupan yang penuh tantangan, baik sebagai pelajar, mahasiswa, karyawan, ataupun olahragawan. Dengan kebugaran jasmani yang baik maka tubuh juga akan sehat. Tidak boleh dihilangkan semboyan “didalam tubuh yang kuat, terdapat jiwa yang sehat”, dapat diasumsikan jika tubuh merasakan sehat dan bugar maka anak relatif berpikir positif dalam memecahkan masalah. Jadi secara tidak langsung akan mendukung dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah.
Pengembangan kebugaran jasmani di Sekolah Dasar dilaksanakan dalam berbagai macam aktivitas jasmani. Salah satu dari usaha tersebut adalah melalui aktivitas permainan. Aktivitas permainan merupakan salah satu bentuk aktivitas jasmani untuk pembentukan kebugaran jasmani di Sekolah Dasar pada khususnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Permainan pada dasarnya merupakan unsur yang melekat erat pada kehidupan anak-anak. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka mengembangkan diri berdasarkan keterlibatan mereka dalam permainan dan aktivitas ritmik, baik secara disadari ataupun tidak disadari. Pada masa anak-anak, bermain merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan cenderung merupakan kebutuhan dasar yang hakiki. Bahkan para ahli pendidikan mengatakan bahwa anak-anak identik dengan bermain, karena hampir semua hidupnya tidak lepas dari bermain. Bermain dapat menimbulkan keriangan, kelincahan, relaksasi dan harmonisasi, sehingga seseorang cenderung bergairah. Kegairahan dapat memudahkan timbulnya inspirasi, sehingga anak-anak dapat dengan mudah melakukannya, tanpa harus ada paksaan dan hambatan (Syamsir, 2001: 24).
B.     Perumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kebugaran jasmani?
2.      Apa yang dimaksud dengan permainan?
3.      Apa hubungannya permainan dengan kebugaran jasmani?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Kebugaran Jasmani
a.      Hakikat Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani merupakan modal utama bagi semua kehidupan manusia. Olahragawan membutuhkan tingkat Kebugaran jasmani yang baik untuk dapat membantu tercapainya prestasi olahraga yang tinggi, para pekerja, karyawan membutuhkan kebugaran jasmani yang cukup untuk bekerja dengan baik, sehingga dapat meningkatkan daya kerja dan produktifitas yang tinggi tak terkecuali para manusia lanjut usia juga membutuhkan Kebugaran jasmani untuk kesehatannya. Demikian juga para anak balita maupun anak-anak sekolah membutuhkan tingkat Kebugaran jasmani yang lebih baik untuk perkembangannya dan untuk dapat belajar dengan baik. Dengan dimilikinya kebugaran jasmani yang baik diharapkan mampu untuk berfungsinya tubuh secara efektif dan efisien untuk tahan terhadap penyakit kurang gerak (hipokinesis).
Menurut Djoko Pekik Irianto (2004: 10) bahwa, “kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga dapat menikmati waktu luangnya”. Sedangkan Sadoso Sumosardjuno (1989: 42) menyatakan bahwa, “kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan tugas sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan, serta mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan mendadak”. Dari sumber lain Rusli Lutan (2002: 7) mengemukakan bahwa, “makna kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas.” Kebugaran itu dicapai melalui sebuah kombinasi dari latihan teratur dan kemampuan yang melekat pada seseorang. Menurut Sharkey (2003: 3) bahwa, “kebugaran jasmani merupakan bagian dalam pemeliharaan kesehatan, semakin tinggi tingkat kebugaran jasmani seseorang, maka akan semakin baik tingkat kesehatan seseorang”.
Kebugaran jasmani (physical fitness) adalah satu aspek dari kebugaran menyeluruh (total fitness). Kebugaran jasmani penting bagi semua orang untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan dimilikinya kebugaran jasmani yang baik orang akan mampu melaksanakan aktivitas kesehariannya dengan waktu yang lebih lama dibanding dengan orang yang memiliki kebugaran jasmani yang rendah (Suharjana, 2004: 3) Pada dasarnya kebugaran jasmani menyangkut kemampuan penyesuaian tubuh seseorang terhadap perubahan faal tubuh yang disebabkan oleh kerja tertentu dan menggambarkan derajat sehat seseorang untuk berbagai tingkat kesehatan fisik. Sedangkan Mikdar (2006: 45) berpendapat bahwa, “kebugaran jasmani menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengerjakan tugas secara fisik pada tingkat moderat tanpa lelah yang berlebihan”.
Berdasarkan pendapat diatas, jelaslah bahwa setiap aktivitas fisik (fisik mendapat pembebanan) dibutuhkan suatu tingkat kebugaran jasmani yang didukung oleh faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah kebugaran jasmani. Kebugaran jasmani memberikan kesanggupan kepada seseorang untuk menjalankan kehidupan yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap-tiap aktivitas fisik. Dapat diketahui bahwa untuk dapat melakukan suatu kerja diperlukan kondisi jiwa raga yang sesuai dengan tingkat kerja tersebut. Merujuk pada pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk menyelesaikan tugas sehari-hari dengan mudah, tanpa kelelahan yang berarti dan masih dapat menikmati waktu luangnya serta dalam keadaan darurat masih mampu melakukan pekerjaan yang tidak terduga. Kebugaran jasmani (physical fitness) merupakan satu aspek dari Kebugaran jasmani menyeluruh (total fitness). Kebugaran jasmani memberikan kesanggupan kepada seseorang untuk melakukan pekerjaan produktif sehari-hari tanpa adanya kelelahan berlebihan dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dengan baik maupun melakukan pekerjaan yang mendadak.
b.      Komponen Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani terdiri atas beberapa komponen. Mengetahui dan memahami komponen kebugaran jasmani sangatlah penting, karena komponen tersebut penentu baik buruknya kondisi fisik atau tingkat kebugaran jasmani seseorang. Menurut Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Tahun 2003, menjelaskan unsur-unsur kebugaran jasmani atau kondisi fisik ada sepuluh komponen, yaitu: (1) daya tahan, (2) kekuatan otot, (3) tenaga ledak otot, (4) kecepatan, (5) daya lentur, (6) ketangkasan, (7) koordinasi, (8) keseimbangan,  (9) ketepatan, (10) kecepatan reaksi.
a.   Daya tahan
Daya tahan adalah komponen kubugaran jasmani yang sangat penting. Daya tahan sendiri dibagi menjadi dua, yaitu:
1)      Daya Tahan Umum (General endurance), adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru dan sistem peredaran darahnya secara efektif dan efisiensi untuk menjalankan kerja otot dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama.
2)      Daya Tahan Otot (Local Endurance), adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan ototnya untuk berkontraksi secara terus menerus dalam waktu relatif lama serta dengan beban tertentu (M. Sajoto, 1988 : 16). Sedangkan Djoko Pekik Irianto (2004: 35) mengartikan bahwa, “daya tahan otot adalah kemampuan sekelompok otot melakukan serangkaian kerja dalam waktu lama”.
Jadi dapat ditarik kesimpulan dari keduanya yaitu daya tahan adalah kualitas komponen jantung dan otot untuk melaksanakan kerja dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dapat bermanfaat bagi peserta didik untuk melaksanakan aktivitas pembelajaran di sekolah. Contohnya dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam satu hari peserta didik tidak mengalami kelelahan yang berarti dan tetap bersemangat dalam menyelesaikan proses pembelajaran.
b.    Kekuatan otot
Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau sekelompok otot untuk melakukan kerja dengan dengan menahan beban yang diangkatnya (Mochamad Sajoto, 1988: 45). Menurut Djoko Pekik Irianto (2004: 35) bahwa, “kekuatan otot adalah kemampuan sekelompok otot melawan beban dalam satu usaha”. Kekuatan otot adalah kemampuan otot-otot untuk menggunakan tenaga maksimal atau mendekati maksimal untuk mengangkat beban (Kravitz, 2001: 6).
Dari beberapa pendapat ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuatan otot adalah kemampuan sekelompok otot dalam melakukan kerja atau melawan beban untuk menggunakan tenaga maksimal dalam satu usaha. Dapat dicontohkan dalam melakukan suatu pekerjaan mengangkat beban.
c.   Tenaga ledak otot
Tenaga ledak otot adalah kemampuan otot atau sekelompok otot melakukan kerja secara eksplosif (Dangsina Moeloek, 1984: 7). Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa daya ledak (power) = kekuatan (force) x kecepatan (velocity). Seperti dalam lompat tinggi, tolak peluru serta gerak lain yang bersifat explosive (M. Sajoto, 1988 : 17). Aplikasi di lapangan adalah pada saat peserta didik melaksanakan kegiatan bermain dan berlari.
d.   Kecepatan
Menurut Mochamad Sajoto (1988: 58) bahwa, “kecepatan sebagai kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan berkesinambungan, dalam bentuk yang sama dalam waktu sesingkat-singkatnya”. Kecepatan berguna untuk peserta didik untuk berpindah tempat dengan waktu yang cepat. Contohnya pada saat melaksanakan lari cepat atau sprint.
e.   Daya lentur (Kelentukan)
Kelentukan adalah kemampuan persendian, ligamen, dan tendo di sekitar persendian, karena apabila seseorang mengalami kurang gerak dalam persendiannya dapat menimbulkan gangguan gerak dan mudah menimbulkan cedera (Mochamad Sajoto, 1988: 51). Sedangkan Dangsina Moeloek (1984: 9) berpendapat bahwa, “Kelenturan menyatakan kemungkinan gerak maksimal yang dapat dilakukan oleh suatu persendian jadi meliputi hubungan antara bentuk persendian (tulang yang berbentuk sendi), otot, tendo, ligamen, dan sekeliling persendian.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan daya lentur atau kelentukan adalah kinerja otot atau persendian untuk memaksimalkan kerja agar dapat menjadikan pekerjaan lebih efektif. Contohnya anak akan merasa nyaman dalam melakukan gerakan berjalan, berlari, melompat, dan meloncat.
f.     Ketangkasan atau kelincahan
Ketangkasan adalah kemampuan mengubah secara cepat arah tubuh atau bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan. (Dansigna Moeloek, 1984: 8). Seseorang akan mampu merubah satu posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik, berarti kelincahan baik. Menurut Mochamad Sajoto (1988: 59) kelincahan merupakan kemampuan seseorang dalam merubah arah dari posisi satu ke suatu posisi yang berbeda dengan kecepatan tinggi dan koordinasi yang baik.
g.    Koordinasi
Koordinasi menyatakan hubungan harmonis berbagai faktor yang terjadi pada suatu gerakan. Misalnya dalam olahraga tenis, seseorang pemain akan kelihatan mempunyai kordinasi yang baik, bila dapat bergerak kearah bola sambil mengayunkan raket, kemudian memukul dengan teknik yang benar (Dangsina Moeloek, 1984: 11). Sedangkan Mochamad Sajoto (1988, 54) mengartikan bahwa, “koordinasi dengan kemampuan untuk menyatukan berbagai sistem saraf gerak yang terpisah ke dalam satu pola gerak yang efisien”.
Dari pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan koordinasi adalah kemampuan tubuh untuk menyatukan sistem saraf gerak dan mengharmoniskan dari beberapa gerakan untuk melaksanakan gerakan. Contohnya anak dapat melakukan dua atau lebih gerakan yang berbeda dalam waktu tertentu.
h.    Keseimbangan
Mochamad Sajoto (1988: 58) berpendapat bahwa,  “keseimbangan sebagai kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ saraf ototnya, selama melakukan gerak-gerak yang cepat, dengan perubahan letak titik-titik berat badan yang cepat pula, baik dalam keadaan statis maupun lebih-lebih dalam gerak dinamis”. Sedangkan Dangsina Moeloek (1984: 11) berpendapat bahwa
Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap tubuh yang tepat pada saat melakukan gerakan. Bergantung pada kemampuan intregasi antara kerja indera penglihatan (kanalis semisirkularis) pada telinga dan reseptor pada otot.yang diperlukan tidak hanya pada olahraga tetapi dalam kehidupan sehari-hari.

Dari pendapat ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan adalah kemampuan manusia dalam mempertahankan sikap tubuh dalam bergerak cepat dengan perubahan titik-titik badan yang berubah dalam keadaan yang statis maupun dinamis. Contohnya dalam berlari dan berjalan anak tidak akan mengalami kesulitan dalam merubah arah.
i.      Ketepatan
Menurut Mochamad Sajoto (1988: 59) bahwa, “ketepatan sebagai kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran”. Ketepatan berguna untuk anak dalam melaksanakan kegiatan yag berhubunga dengan sasaran. Contohnya dalam melempar bola ke sasaran.
j.      Kecepatan reaksi
Kecepatan Reaksi adalah waktu tersingkat yang dibutuhkan untuk memberi jawaban kinetis setelah menerima suatu rancangan. Hal ini berhubungan serta dengan waktu refleks, waktu gerakan, dan waktu respon (Dangsina Moeloek, 1984: 10).
Dari kesepuluh komponen kebugaran jasmani diatas, tidaklah berarti seseorang harus dapat mengembangkan secara keseluruhan. Tiap-tiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, karena kemampuan seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti keturunan, jenis kelamin, lingkungan, aktivitas latihan, struktur anatomi dan lain-lain, dengan demikian, tidaklah mengherankan bahwa komponen tersebut sangat berbeda perkembangannya antara individu yang satu dengan yang lain.
c.       Faktor-faktor Kebugaran Jasmani
Menurut Suharjana (2008: 14) bahwa, “ faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kebgaran jasmani seseorang adalah sebagai berikut: (1) umur, (2) jenis kelamin, (3) makanan, (4) tidur dan istirahat, (5) kegiatan jasmani dan olahraga.” Sedangkan menurut Engkos Kosasih (1983: 141) berpendapat bahwa, “Faktor kebugarab jasmani yang dapat mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani seseorang, yaitu: (1) makanan, (2) olahraga, (3) usia, (4) kebiasaan hidup, (5) faktor lingkungan.
d.      Macam-macam Tes Kebugaran Jasmani
Dalam mengukur tingkat kesegaran jasmani seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa tes kesegaran jasmani antara lain:
1)      Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI).
Kegunaan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) ini adalah untuk mengukur dan menentukan tingkat kebugaran jasmani. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia ini merupakan tes tergolong yaitu TKJI untuk anak umur 6-9 tahun, TKJI untuk anak umur 10-12 tahun, TKJI untuk anak umur 13-15 tahun, dan TKJI untuk anak umur 16-19 tahun. Kegunaan dari Tes kesegaran Jasmani Indonesia ini adalah untuk mengukur dan menentukan tingkat kebugaran jasmani anak. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia untuk anak laki-laki dan perempuan berupa serangkaian tes yang terdiri dari Lari 30/40/50, Gantung siku tekuk, Baring duduk 30/60, dan Lari 600/1000. - Selain itu ada TKJI untuk murid taman kanak-kanak laki-laki dan perempuan yang terdiri dari 6 item yaitu: (1) memindahkan beban 2 x 10 Kg, (2) lompat kangguru 2 x 10 meter, (3) lari bolak-balik, (4) lompat terobos 2 x 10 meter, (5) lari zig-zag 2 x 10 meter, (6) meniti balok titian. TKJI untuk umur 6-9 tahun yang terdiri dari lari 30 meter, gantung siku tekuk, baring duduk 30 detik, loncat tegak dan lari 600 meter. TKJI untuk 10-12 tahun adalah lari 40 meter, gantung siku tekuk, baring duduk 30 detik, loncat tegakdan lari 600 meter. TKJI untuk remaja umur 13-15 tahun terdiri dari lari 50 meter, gantung siku tekuk, baring duduk 60 detik, loncat tegak dan lari 800 meter. TKJI untuk remaja usia 16-19 tahun terdiri dari test kekuatan otot, test anaerobic power, tes daya tahan kardiovaskuler.
2)      Harvard Step Test
Tes ini bertujuan untuk megukur fungsi kardiovaskuler dengan naik bangku Harvard. Hampir sama dengan Step Test dan Kasch Pulse Recovery Test. Tetapi Harvard Step Test lebih berat karena itu peserta tes harus betul-betul dalam keadaan sehat yang dinyatakan oleh dokter.
3)      Multi Stage Fitness Test/Bleep Test
Cara yang tepat untuk mengetahui komponen daya tahan dengan melalui tes. Salah satubentuk tes lapangan yang digunakan untuk mengetahui VO2max adalah Multi Stage Fitness Test. Dibanding dengan tes Cooper dan Blake, pelaksanaan tes ini relatif lebih mudah dan menggunakan areal yang tidak terlalu luas. Tes ini dapat diakukan secara massal.
4)      Lari 12 menit
Melakukan lari 12 menit tidak boleh berhenti, akan tetapi jika lelah boleh diselingi dengan jalan. Jarak yang ditempuh selama 12 menit tadi diukur berapa kilometer yang ditempuh. Untuk mengetahui seseorang dalam kategori baik atau sedang dapat dilihat dalam daftar/tabel. Tabel tersebut dibagi menjadi kelompok umur, wanita atau pria dan kategori kesegaran jasmaninya dikategorikan menjadi lima kategori yaitu: sangat kurang, kurang, sedang, baik dan baik sekali. (Mulyana, 2011:30)
5)      Tes A.C.S.P.F.T
Tes ini diperuntukkan bagi putera dan puteri yang berumur 6-32 tahun. Adapun rangkaian tes tersebut adalah:
a)      Lari cepat 50 meter (dash sprint)
b)      Lompat jauh tanpa awalan (standing brost jump)
c)      Lari jauh (distance run). Jaraknya adalah: 600 m (untuk putra dan putri yang berumur kurang dari 12 tahun), 800 m (untuk putri yang berumur dari 12 tahun ke atas), 1000 m (untuk putra yang berumur 12 tahun ke atas)
d)     Bergantung angkat badan (pull-up untuk putra berumur 12 tahun ke atas). Bergantung siku tekuk (flexed arm hang, untuk putri dan untuk putra yang berumur kurang dari 12 tahun.
e)      Kekuatan peras (grip strength)
f)       Lari hilir-mudik (shuttle run) 4 X 10 meter.
g)      Baring duduk (sit-up) selama 30 detik.
h)      Lantuk togok ke muka (Forward flexion of trunk) (Aip Sarifudin dan J. Matakupan, 1979: 34)
B.     Definisi Permainan
1.      Hakikat Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Bermain merupakan hal yang penting bagi anak-anak sebagai media belajar. Tadkiroatun Musfiroh (2008: 1) menyatakan bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar kesenangan dan tanpa mempertimbagkan hasil akhir. Bermain sangat penting buat peserta didik dimana usia sekolah dasar masih masuk kategori usia anak-anak. Para ahli sependapat peserta didik harus bermain agar dapat berinteraksi guna belajar mengkreasikan pengetahuan yang didapatkan dilingkungan sekolah.
Berdasarkan pendapat diatas maka disimpulkan bahwa bermain adalah suatu aktivitas jasmani yang dilakukan oleh individu dengan sungguh-sungguh dan sukarela untuk mendapatkan rasa senang sebagai akibat dari aktivitas tersebut.
2.      Teori Bermain
Teori bermain pada umumnya dibeadakan menjadi dua, yaitu teori klasik dan teori modern. Terdapat perbedaan yang mendasara pada kedua teori tersebut. Masing-masing teori memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menjelaskan bermain dan penyebabnya. Johnson (Tedjasaputra, 2005: 6) membuat dua perbandingan tentang teori bermain yaitu teori bermain klasik dan teori bermain modern. Adapun perbandingan tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.
Tabel 1. Teori Klasik Tentang Aktivitas Bermain
Tokoh
Teori
Tujuan
Schiller/Spencer
Surplus energi
Mengeluarkan energi berlebih
Lazarus
Rekreasi
Memulihkan energi
Hall
Rekapitulasi
Memunculkan insting nenek moyang
Gross
Praktis
Menyempurnakan insting

3.      Jenis-jenis Permainan
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang dilaksanakan di sekolah, khususnya sekolah dasar, terdiri dari beberapa macam aktivitas. Salah satu di antaranya adalah permainan. Terdapat jenis-jenis permainan anak yang dikelompokkan menjadi beberapa kategori terkait dengan cara melakukannya dan bahan/peralatan yang digunakan untuk bermain. Jenis-jenis permainan tersebut yaitu quiet play, creative play, active play, cooperative play, dramatic play, dan manipulative play (http://www.nncc.org/Curriculum/better.play.html).
a.      Quiet play
Quiet play adalah aktivitas permainan yang tidak membutuhkan banyak energi atau ruang. Anak biasanya menikmati jenis permainan ini ketika lelah. Contohnya yaitu membaca buku, mendengarkan musik yang menenangkan, bermain puzzle, bermain boneka, dan mewarnai. Permainan ini membantu meningkatkan keterampilan kognitif anak dengan menawarkan kesempatan, ruang dan waktu untuk belajar mengenai dunia dan mencerminkan pada penemuannya.
b.      Creative play
Creative play adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas seperti akting, menggambar, melukis, mengecat, dan memahat. Kadang permainan ini adalah permainan imajiner, seperti ketika anak bermain dengan teman imajiner, yang berarti bahwa keterampilan kognitifnya meningkat saat anak menciptakan dunia untuk dirinya sendiri.
c.       Active play
Active play mencakup aktivitas yang membutuhkan gerak fisik dan membuat anak membakar energinya. Permainan ini akan meningkatkan perkembangan fisik anak karena anak mendapat kesempatan untuk menggunakan otot serta mengembangkan keterampilan motorik kasar, keterampilan motorik halus, koordinasi umum, dan keseimbangan. Permainan ini juga mengembangkan keterampilan sosial anak, misalnya bermain suatu permainan olahraga atau bermain dengan tim yang juga membantu meningkatkan keterampilan sosial dan emosionalnya.
d.      Cooperative play
Cooperative play selalu melibatkan lebih dari satu orang, sehingga anak harus menggunakan keterampilan sosial ketika bermain dengan bekerja sama. Jenis permainan ini juga membantu anak meningkatkan keterampilan kognitif dan sosialnya. Dalam mempelajari peraturan baru, anak harus berpikir mengenai harapan masyarakat umum dan menyesuaikannya dengan pandangannya. Anak juga harus belajar untuk menjaga perasaan atas kekalahan dan gembira atas kemenangan dalam tingkat yang layak, sehingga meningkatkan pengembangan keterampilan emosionalnya.
e.       Dramatic play
Dramatic play adalah jenis permainan di mana anak menggunakan imajinasinya untuk menjadi karakter yang berbeda atau tinggal dalam dunia yang dibuatnya. Dramatic play adalah bentuk canggih permainan yang melibatkan keterampilan kognitif, sosial dan emosional yang mensyaratkan anak untuk bermain denggan orang lain, termasuk teman imajiner, dan bentuk-bentuk benda lain seperti boneka dan mainan. Permainan ini mungkin melibatkan orang lain atau dilakukan sendiri oleh anak.
f.        Manipulative play
Manipulative play adalah permainan yang melibatkan penggunaan tangan, otot, dan mata. Jenis permainan ini membantu mengembangkan koordinasi dan berbagai macam keterampilan. Misalnya bermain dengan puzzle, mengecat, menggunting, bermain boneka, dan membangun balok.
Selanjutnya Belka (2000: 22-30) menjelaskan bahwa bentuk/jenis permainan dapat diklasifikasikan ke dalam lima jenis permainan yaitu: (1) permainan sentuh (tag games), (2) permainan target (target games), (3) permainan net dan dinding (net and wall games), (4) permainan serangan (invasion games), dan (5) permainan lapangan (Fileding Games).
a.    Permainan Sentuh (Tag Games)
Permainan sentuh merupakan sebuah bentuk permainan strategis yang sederhana namun sangat berguna untuk mengembangkan dasar-dasar strategi. Tujuan permainan ini adalah untuk bergerak, mengubah arah, dan mengecoh, yang bertujuan agar dapat: (a) menyentuh lawan atau dapat menyebabkan lawan kehilangan kendali terhadap objeknya, (b) menghindari sentuhan lawan atau menghindari gangguan lawan terhadap objek yang sedang dikendalikannya. Beberapa contoh bentuk permainan sentuh adalah kucing-kucingan, hijau-hitam, katak-bangau, ular-ularan dan sebagainya.
b.    Permainan Target (Target Games)
Permainan target merupakan sebuah bentuk permainan akurasi penyampaian objek pada sasaran atau target. Tujuan permainan ini adalah akurasi penyampaian objek pada sasaran. Skill yang dilibatkan dalam permainan ini pada umumnya dilakukan secara pasif atau cenderung bersifat close skill. Contoh dari bentuk permainan target ini adalah bowling, golf, panahan, memukul, menendang, dan melempar bola pada target.
c.    Permainan Net dan Dinding (Net and Wall Games)
Permainan net dan dinding merupakan sebuah permainan yang melibatkan kemampuan gerak dan mengendalikan objek agar susah dimiliki lawan atau susah dikembalikan lawan ke dinding. Pemain pada permainan ini harus mampu mengendalikan daerahnya. Bergerak di dalam daerahnya untuk menempatkan dirinya pada posisi yang strategis yang dapat menghalau kembali pukulan atau lemparan lawan. Contoh bentuk permainan ini adalah tenis, squash, badminton, bola volli dan tenis meja.
d.   Permainan Serangan (Invasion Games)
Permainan ini lebih memfokuskan perhatiannya pada pengendalian objek pada daerah tertentu. Permainan ini meliputi permainan yang sederhana seperti permainan merebut bola.  Bentuk permainan ini bisa dianggap lebih komplek. Pada permainan lebih komplek ini, satu tim berusaha mengendalikan bola bergerak menuju sasaran (misalnya membuat gol), menyerang atau melewati lawan. Contoh bentuk permainan serangan ini adalah sepak bola, rugby, American Football dan sebagainya.
e.    Permainan Lapangan (Fileding Games)
Permainan ini biasanya sebuah objek dikirimkan pada sebuah tempat atau daerah tertentu dan pengirim berusaha lari ke tempat tertentu dan bahkan mungkin terus lari sampai kembali lagi ke tempat semula sebelum pemain penangkap bola dapat menangkap bola dan mengirimkannya lagi ke tempat semula. Beberapa contoh permainan lapangan adalah soft ball, base ball, kasti, ronders, dan bola bakar.   
Selain dari pengertian di atas sering dikenal juga permainan tradisional, permainan modern. Permainan tradisional adalah perbuatan untuk menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat. Sedangkan yang dimaksud tradisional adalah segala sesuatu yang dituturkan atau diwariskan secara turun temurun dari orang  tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariska secara turun temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati (Atik Soepandi, dkk, 1986: 24). Contoh permainan tradisional adalah engklek, bakiak, bentengan, bekelan, gatheng, egrang, petak umpet, benthik, jamuran. Sedangkan permainan modern adalah kebalikan dari permainan tradisional, yaitu permainan menggunakan peralatan yang diciptakan secara canggih. Contoh permainan modern adalah game online, playstation, otopet, mobile remote kontrol.
4.      Fungsi Permainan
Tadkiroatun Musfirah (2008: 6-14), menjelaskan bahwa bermain dapat mengembangkanaspek perkembangan peserta didik, diantaranya adalah:
1)      Bermain untuk pekembangan kognitif peserta didik, meliputi (a) bermain membantu peserta didik membangun konsep dan pengetahuan, (b) bermain membantu peserta didik mengembagkan kemampuan berpikir abstrak, dan (c) bermain mendorong peserta didik untuk berpikir untuk berpikir kreatif.
2)      Bermain untuk pengembangan kesadaran diri, meliputi (a) bermain mengembangkan kemampuan bantu-diri (self-help), (b) bermain memungkinkan peserta didik bereksperimen dengan aturan nonstereotif, (c) bermain memberikan pelajaran tentang keselamatan dan kesehatan diri, dan (d) bermain mengembangkan kemampuan peserta didik membuat keputusan mandiri.
3)      Bermain untuk mengembangkan sosio-emosional, meliputi (a) bermain membantu peserta didik mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah, (b) bermain meningkatkan kompetensi peserta didik, (c) bermain membantu peserta didik mengekspresikan diri dan mengurangi rasa takut, (d) bermain membantu peserta didik menguasai konflik dan trauma sosial, dan (e) bermain membantu peserta didik mengenali diri mereka.
4)      Bermain untuk perkembangan motorik, meliputi (a) bermain membantu peserta didik mengontrol keterampilan motorik kasar peserta didik, dan (b) bermain membantu peserta didik menguasai keterampilan motorik halus.
5)      Bermain untuk pengembangan bahasa/komunikasi, meliputi (a) bermain membantu peserta didik meningkatkan kemampuan berkomunikasi, dan (b) bermain menyediakan konteks yang aman dan memotivasi peserta didik belajar bahasa kedua.

Permainan yang melibatkan aktivitas fisik akan bermanfaat bagi terbentuknya kebugaran jasmani anak. Regular physical activity is associated with immediate and long-term health benefits such as easier weght control, lower blood pressure, improved cardiorespiratory function and enhanced psychological well-being. Active children are morew likely to become active adults (Heli Roy, 2010: 3). Aktivitas fisik yang teratur dikaitkan dengan manfaat kesehatan jangka pendek dan jangka panjang seperti kontrol berat badan lebih mudah, menurunkan tekanan darah, meningkatkan kardio-pernapasan fungsi dan ditingkatkan kesejahteraan psikologis. Anak aktif lebih cenderung menjadi orang dewasa yang aktif.
Semua permainan yang ada tidak semua mempunyai nilai yang mendukung proses tumbuh kembang anak, untuk itu guru penjas harus selektif untuk bisa melihat permainan seperti apa yang bermanfaat bagi anak. Djoko Pekik Irianto (Hamid Anwar, 2005: 48) menjelaskan bahwa ciri-ciri permainan yang bermanfaat bagi perkembangan anak anrara lain: (1) move, artinya dalam permainan harus ada gerakan yang dilakukan secara kontinyu dan ritmis, seperti gerak berjalan, berlari, merangkak dan sebagainya. Gerak tersebut akan meningkatkan daya tahan jantung paru dan memperbaiki komposisi tubuh; (2) lift, artinya dalam permainan tersebut harus ada unsur gerak melawan beban. Gerakan tersebut akan melatih kekuatan dan daya tahan otot; dan (3) stretch, artinya dalam permainan tersebut harus mengandung unsur gerak merengang persendian termasuk mengulur otot. Gerak tersebut akan melatih fleksibilitas persendian dan otot. Selain karakteristik tersebut di atas, perlu juga mempertimbangkan bahwa permainan tersebut haruslah mendatangkan kesenangan (vareatif), membangkitkan semangat bertanding (kompetitif), meningkatkan kemampuan kognisi (taktik/strategi), serta bermakna sosial (berkelompok) dan aman bagi anak.
C.    Hubungan Permainan dengan Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani adalah kemampuan manusia untuk melaksanakan suatu kerja dengan efisien tanpa timbul kelelahan yang berarti. Seperti dari pendapat para ahli sebelumnya tentang kebugaran jasmani sangat diperlukan dlam kehidupan sehari-hari. Kebugugaran jasmani sendiri tidaklah semata-mata tercipta dlam tubuh manusa. Melainkan kebugaran jasmani dibentuk dari diri manusia. Dalam konsep ini adalah latihan yang berperan dalam pembentuka kebugaran jasmani. Latihan kebugaran jasmani adalah jenis latihan fisik (jasmani) melalui gerakan-gerakan anggota tubuh atau gerakan tubuh secara keseluruhan, dengan maksud untuk meingkatkan dan mempertahankan kebugaran jasmani yang di dalamny mencakupi unsur-unsur kekuatan, daya ledak otot, kelentukan, kelincahan, dan daya tahan jantung. (www.penjasmabali.wordpress.com/materi/latihan.com).
Bermain adalah suatu aktivitas jasmani yang dilakukan oleh individu dengan sungguh-sungguh dan sukarela untuk mendapatkan rasa senang sebagai akibat dari aktivitas tersebut. Sedangkan permainan meruakan kegiatan yang terkandung dalam makna bermain. Melihat dari pengertian bermain yaitu aktivitas yang dilakukan tanpa paksaan dan mendapatkan rasa senang, maka untuk peningkatan kebugaran jasmani anak sekolah dasar sangat tepat melaui permainan. Media bermain digunakan untuk mengkatkan kebugaran jasmani anak menjadi salah satu alternatif pembelajaran anak agar anak tidak memiliki tanggapan negatif tentang kebugaran jasmani. Disamping itu bermain adalah karakteristik anak sekolah dasar. Dimana anak seusia sekolah dasar menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain. Jadi melalui permainan anak secara langsung meningkatkan kebugaran jasmaninya.
Hasil penelitian Yatino 2015 yang meneliti tentang permainan net terhadap kebugaran jasmani anak sekolah dasar menunjukan bahwa ada peningkatan yang signifikan terhadap kebugaran jasmani. Hal ini menunjukan bahwa permainan dapat meningkatkan kebugaran jasmani anak sekolah dasar tanpa harus memaksa anak untuk melakukan latihan yang berat agar kebugaran jasmaninya meningkat.



BAB III
KESIMPULAN

Kebugaran jasmani merupakan komponen penting manusia untuk melakukan aktivitas jasmaninya. Untuk anak kebugaran jasmani memberikan pengaruh dalam aktivitas kesehariannya termasuk di sekolah. Kebugaran jasmani anak akan memberikan keberhasilan dalam proses belajar anak di sekolah. Melalui bermain kebugaran anak akan secara tidak langsung akan meningkat. Karena bermain adalah aktivitas jasmani yang membutuhkan energi dan komponen-komponen tubuh dalam beraktivtas. Sehingga permainan akan meningkatkan kebugaran jasmani anak.




DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 23 Tahun       2006, Standar Kompetensi Lulusan, Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Djoko Pekik Irianto (2002). Panduan Latihan Kebugaran Jasmani yang Efektif dan Efisien.  Yogyakarta: Lukman Offset.
------------------------- (2004). Pedoman Praktis Berolahraga untuk Kebugaran dan Kesehatan. Yogyakarta:  Andi Offset.
Rusli Lutan. (2002). Menuju Sehat dan Bugar. Jakarta: Depdiknas.
Sadoso Sumosardjuno (1989). Petunjuk Praktis Kesehatan Olahraga. Jakarta : Pustaka Karya Grafita Utama.
Sharkey, B.J (2003). Fitness And Health. Alih bahasa Kebugaran dan Kesehatan oleh: Eri Desmarini Nasution. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Suharjana (2008). Pendidikan Kebugaran Jasmani. Pedoman Kuliah. Yogyakarta.             FIK UNY.
Mikdar, U Z. (2006). Hidup Sehat: Nilai Inti Berolahraga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Direktorat         Ketenagaan.
M. Sajoto (1988). Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Kota Semarang : Dahara Prize.
Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro (Ed) (1984). Kesehatan Olahraga. Jakarta : FK UI Jakarta
Engkos Kosasih. (1983). Olahraga Teknik dan Program Latihan. Jakarta:   Akademi Persindo.
Kementerian Pendidikan Nasional (2010). Tes Kesegaran Jasmani Untuk Anak      Umur 6-9 tahun, 10-12 tahun, 13-15 tahun, 16-19 tahun. Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Jakarta.